Idiosinkrasi George W. Bush dalam Invasi Amerika terhadap Irak

Saddam Hussein adalah Presiden Irak yang memiliki pengaruh besar pada peradaban Irak. Saddam Husein terus meningkatkan pengaruhnya, salah satu dengan menasionalisasikan banyak perusahaan minyak yang telah dipegang oleh pihak asing. Banyak Negara yang merasa terancam dengan pengaruh Saddam Husein, salah satunya adalah Amerika Serikat. Geroge W. Bush melemparkan tudingan kepada Irak bahwa Irak tengah memiliki senjata pemusnah massal dan memiliki hubungan dengan kelompok teroris yang pernah menyerang Amerika Serikat yaitu Al-Qaeda. Tulisan ini akan membahas tentang analisis pendekatan idiosinkratik terhadap kebijakan invasi Amerika terhadap Irak menggunakan metode penelitian kualitatif dan teori idiosinkrasi.  Melalui pandangan idiosinkratik, kebijakan tersebut dipengaruhi oleh political history and personal experience Presiden Bush. Kemudian terdapat ego and ambition Presiden Bush untuk menguasai minyak Irak.

oleh: Azizah Sundusin Nita R

Konten ini awalnya ditulis untuk program sarjana atau magister. Ini diterbitkan sebagai bagian dari misi kami untuk menampilkan makalah yang dipimpin oleh rekan yang ditulis oleh mahasiswa selama studi mereka. Karya ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan latar belakang dan penelitian, tetapi sebaiknya tidak dikutip sebagai sumber ahli atau digunakan sebagai pengganti artikel/buku ilmiah.


Pendahuluan

Latar Belakang

Irak merupakan sebuah kawasan subur yang terletak didaerah lembah sungai Eufrat dan Tigris. Irak memiliki potensi menjadi salah satu Negara terkaya di dunia, hal ini disebabkan karena Irak memiliki cadangan minyak bumi nomer dua terbesar di dunia selain itu, Irak juga memiliki gas alam yang melimpah. Salah satu Presiden Irak adalah Saddam Hussein. Saddam Hussein adalah Presiden Irak yang memiliki pengaruh besar pada peradaban Irak. Saddam Husein terus meningkatkan pengaruhnya, salah satu dengan menasionalisasikan banyak perusahaan minyak yang telah dipegang oleh pihak asing. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk penghapusan pengaruh dan monopoli barat atau pihak asing pada Irak, selain itu, hal tersebut juga bertujuan untuk mengembalikan kekayaan Negara Irak kepada rezim yang berkuasa.

Namun ternyata, banyak Negara yang merasa terancam dengan pengaruh Saddam Husein, salah satunya adalah Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat yaitu Geroge Walker Bush melemparkan tudingan kepada Irak bahwa Irak tengah memiliki senjata pemusnah massal dan memiliki hubungan dengan kelompok teroris yang pernah menyerang Amerika Serikat yaitu Al-Qaeda. Tertuduhnya Irak sebagai Negara yang mengembangkan senjata pemusnah massal menjadikannya sasaran invasi oleh Amerika dan sekutunya.  Berbagai macam dukungan dan kecaman diterima oleh Amerika Serikat atas keputusannya untu menginvasi Irak karena tuduhan Irak tengah mengmbangkan senjata pemusnah massal tidak terbukti.

Inggris sebagai sekutu Amerika Serikat menjadi garda terdepan untuk mendukung kebijakan Amerika Serikat untuk menginvasi Irak. Lain halnya dengan Negara Prancis, Russia, Jerman dan sebagian Uni Eropa mengajukan untuk dikirimnya kembali tim inspeksi untuk menyelidiki lagi tudingan tersebut. Tim inpeksi telah diturunkan dari PBB dan dari Amerika Serikat, namun tetap saja hasilnya Irak tidak terbukti tengah mengembangkan atau sedang memiliki senjata pemusnah massal seperti yang dituduhkan oleh Amerika Serikat dan menjadikan hal tersebut sebagai alasan utama untuk menginvasi Irak.

Analisis kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap keputusannya menginvasi Irak melalui pandangan idiosinkratik bahwa kebijakan tersebut dipengaruhi oleh political history and personal experience Presiden Bush. Kemudian terdapat ego and ambition Presiden Bush untuk menguasai minyak Irak.

Rumusan Masalah

Bagaimana analisis pendekatan idiosinkratik terhadap kebijakan invasi Amerika terhadap Irak?

 

Kerangka Teori

Kebijakan Amerika dalam menginvasi Irak dipengaruhi oleh faktor idosinkratik dari Presiden Bush. Menurut John Rourke yang dikutip dari buku Umar Suryadi Bakry dalam bukunya dasar-dasar hubungan internasional adalah Idiosinkratik merupakan sebuah pendekatan yang melihat karakter, psikologi, image dari seorang pemimpin yang dimana karakter dan psikologi seorang pemimpin dapat mempengaruhi hasil keputusan atau kebijakan seorang pemimpin atau pembuat kebijakan.

Teori idiosinkratik yang dikutip dari jurnal hubungan internasional universitas binus terbagi dalam beberapa tipe yaitu personality and political leadership style, ego and ambition, political history and personal experience dan perception and operational reality. Personality and political leadership style adalah kepribadian dan gaya kepemimpinan dari seorang individu, yang dimana kepribadian dan gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi seorang pembuat kebijakan dalam merumuskan kebijakannya. Dalam gaya kepemimpinan terdapat model atau tipe pemimpin salah satunya adalah crusader yang dimana Tipe pemimpin crusader adalah lebih cenderung tidak memperdulikan informasi yang berlawanan arah dengan pemikirannya dan tipe kepemimpinan ini cenderung lebih memberikan respon pada sesuatu atau peristiwa yang menjadi kepentingannya sejak awal.

Indikator teori idiosinkratik yang lainnya adalah ego and ambition. Ego dan ambisi seorang pemimpin tentu sangat mempengaruhi kebijakan politik luar negerinya, ego dan ambisi akan memberikan dorongan kepada seorang pemimpin untuk melakukan apapun demi mencapai tujuannya. Selanjutnya adalah political history and personal experience. Masa lalu dan pengalaman pribadi seorang pemimpin tentu dapat mempengaruhi alur kebijakannya. Bagaimana ia akan membuat kebijakan dengan belajar dari masa lalu dan pengalaman pribadinya. Kemudian yang terakhir adalah perception and operational reality. Persepsi individu atau persepsi dari seorang pemimpin akan menunjang kemana arah suatu kebijakan luar negeri akan dibawa, melalui persepsi maka akan menimbulkan action yang nyata atau operasional yang nyata. Dalam hal ini Presiden Bush telah menggabungkan persepsi dan operasional realitinya dengan menginvasi Irak.

Teori idiosinkratik dalam menganalisis kebijakan Amerika menginvasi Irak akan menunjukkan bagaimana kepribadian dan gaya kepemimpinan Presiden Bush dalam memerintah Amerika Serikat. Teori idiosinkratik akan menjelaskan bagaimana sebuah kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat diambil berdasarkan aspek idiosinkratik Presiden Bush.

Pembahasan

Sejarah Invasi Amerika terhadap Irak

Irak adalah negara yang memiliki sejarah peradaban yang terbilang sangat panjang. Bahkan, peradaban Irak adalah salah satu peradaban tertua di dunia. Irak diperintah oleh Saddam Husein, Saddam Husein adalah Salah seorang Presiden Irak yang telah banyak memberi pengaruh terhadap Irak, salah satu tindakan Presiden Irak yang berpengaruh ialah dengan  menasionalisasikan atau mengambil alih kembali banyak perusahaan minyak yang telah dikuasai dan dipegang oleh pihak asing. Tindakan tersebut bertujuan untuk menghapus dominasi dan monopoli Barat atas Irak sekaligus untuk mengembalikan kekayaan Irak kepada pemerintah yang berkuasa. Saddam Husein telah menciptakan sebuah sistem pertahanan dalam negeri yang mampu menangkal dan menggagalkan setiap usaha kudeta dari golongan mayoritas Syiah ataupun Kurdi. Sistem pertahanan tersebut berpusat pada pembangunan militer Irak.

Kehebatan dan pengaruh Saddam Husein ternyata telah menimbulkan keresahkan dan menanamkan kekhawatiran terhadap Amerika Serikat, kemudian Amerika Serikat yang menganggap Irak sebagai ancaman karena Amerika menduga Irak memiliki bom nuklir senjata pemusnah massal dan karena hal tersebut Amerika kemudian mengeluarkan kebijakan dan memutuskan untuk menyerang dan menginvasi Irak. Pada tanggal 21 Maret 2003  Amerika Serikat dan koalisinya yaitu Inggris, Spanyol, dan Australia menginvasi dan melakukan agresi militer kepada negara Irak. Invasi tersebut juga terjadi karena Irak dianggap tidak mau bekerjasama dengan tim senjata PBB untuk melucuti senjata pemusnah massal kimia ataupun biologi yang sudah dimiliki Irak.[1] Karena Irak menganggap dirinya tidak memiliki senjata pemusnah massal tersebut.

Kemudian Amerika Serikat dengan bantuan koalisinya melancarkan perang dan agresi militernya terhadap Irak yang dilaksanakan pada Maret 2003. Tujuan utama agresi militer tersebut adalah untuk menjatuhkan dan melengserkan Saddam Hussein. Perang tersebut dilegalkan karena AS meluncurkan tuduhan bahwa Presiden Irak Saddam Hussein memiliki bom nuklir dan senjata penghancur massal ditambah dengan anggapan bahwa Irak tidak mau bekerja sama dengan tim senjata PBB, hal tersebu t memberikan peluang besar kepada Amerika untuk menginvasinya. Namun dari sejak awal sampai penarikan terakhir pasukan Amerika Serikat dari Irak yaitu pada tahun 2011 bom nuklir dan senjata pemusnah massal yang dimiliki oleh Irak tidak pernah ditemukan.

Ketika Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan untuk menginvasi Irak tidak sedikit Negara yang tidak mendukung rencana invasi Amerika Serikat ke Irak tersebut. Karena bukti bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal tidak pernah ditemukan. Dengan tidak adanya bukti Negara atau pihak lain takut bahwa invasi ini akan berdampak buruk bagi Amerika Serikat sendiri lebih-lebih kepada Irak. Sebab dengan menginvasi Irak berpotensi menimbulkan kehancuran dan bencana akibat dari perang atau krisis kemanusiaan yang ada pada kedua Negarat yaitu Amerika dan Irak. Walau demikian, preiden Amerika Serikat yaitu Presiden Bush tetap pada pendiriannya untu melancarkan invasi terhadap Irak.

Presiden Amerika Serikat yang menginvasi Irak adalah George W Bush. Bush adalah Presiden ke-43 Amerika Serikat. Ia menjabat sebagai Presiden di AS sebanyak 2 periode, pertama ia dilantik pada tanggal 20 januari 2001 dan berakhir pada tahun 2004, untuk kePresidenannya yang kedua, Bush mengkampanyekan keputusannya untuk melakukan peran terhadap terorisme dan perang melawan Irak dijadikan isu sentral. Melalui hal tersebut Bush memperoleh suara mayoritas dan memenangkan pemilu, kemudian Bush terpilih kembali pada tahun 2004 dan kepemimpinannya berakhir pada tahun 2009. Presiden Bush kemudian mengeluarkan kebijakan menginvasi Irak dan salah satu faktor yang mempercepat kebijakan tersebut adalah karena mayoritas masyarakat Amerika percaya bahwa Saddam Husein yaitu Presiden Irak memiliki hubungan dengan serangan kelompok Al-Qaidah di Amerika Serikat.[2]

Saddam Husein yang merupakan Presiden Irak dikenal sebagai pemimpin yang dictator, masa kepemiminanya dari 1979-2003. Ia juga adalah pemimpin dari partai baath yang berkuasa sekitar 30 tahun. Bukti Saddam Husein memiliki senjata pemusnah massal dan memiliki hubungan dengan kelompok Al-Qaidah seperti yang dituduhkan Amerika Serikat tidak pernah ditemukan, walau begitu invasi Amerika tetap dilegalkan dan Amerika melancarkan perangnya pada tahun 2003 dan berhasil memenangkan perang tersebut dan berhasil juga menggulingkan kepemimpinan Saddam Husein.

Walaupun perang telah berakhir, tentara Amerika Serikat tetap mencari Saddam Husein selama Sembilan bulan dan pada 13 Desember 2003 Saddam Husein berhasil ditemukan dan ditangkap oleh tentara  Amerika Serikat. Saat dibekuk oleh tentara AS, Saddam Husein tidak memberontak sedikitpun, ia pasrah. Kemudian Saddam Husein diadili dengan tudingan kejahatan genosida terhadap rakyatnya sendiri pada tahun 2005. Akhirnya Saddam Husein di gantung mati pada Desember 2006.  Setelah itu, Amerika Serikat mengumumkan berakhirnya perang Irak pada 15 Desember 2011.

Dilansir dari BBC News, korban yang dihasilkan dari invasi Amerika terhadap Irak telah menelan korban jiwa hampir setengah juta yaitu 461.000 jiwa. Korban jiwa ini tidak hanya diakibatkan oleh perang saja namun berasal dari serangan kelompok dan kekerasan sekterian serta karena hancurnya prasarana di Irak.[3] Dari awal invasi 2003 jumlah tentara yang dikerahkan turun ke lapangan oleh Amerika sekitar 100.000-150.000 tentara dan tentara Inggris berjumalah 46.000 tentara saat awal invasi. Sejak awal operasi pembebasan Irak, Amerika kehilangan banyak personilnya, korban dari tentara Amerika berjumlah 4.487 yang dimana 3.492 tewas pada saat agresi militer dan sekitar 32.000 orang menderita luka-luka.

Alasan Invasi Amerika terhadap Irak

Amerika mengeluarkan kebijakan untuk menginvasi Irak dengan faktor penyebab utama ialah karena Amerika menuding Irak tengah memiliki bom nuklir dan senjata pemusnah massal, dan hal tersebut menimbulkan rasa kekhawatiran dan Amerika merasa dirinya terancam dan atas dugaan tersebut Amerika melancarkan invasinya terhadap Irak dan invasi tersebut dilegalkan karena Irak telah menimbulkan ancaman jika benar Irak tengah mengembangkan bom nuklir senjata pemusnah massal.

Kemudian Faktor penyebab kedua agresi militer AS untuk menyerang Irak adalah ancaman terorisme yang ditimbulkan oleh Saddam Hussein. Saddam Husein dituduh berkolaborasi dengan kelompok teror Al Qaeda, yang dimana kelompok Al-Qaeda pernah menyerang Amerika Serikat. Oleh sebab itu, menurut pemerintahan Bush, invasi ke Irak dianggap sebagai bentuk respon dari perang melawan teror. Serangan teroris menyebabkan pergeseran pandangan dan banyak dari masyarakat amerik tergeser oleh kelompok Al-Qaeda. Kemudian mayoritas pembuat kebijakan Amerika Serikat menyuarakan invasi ke Irak dan agresi militer terhadap Irak. Namun sampai akhir penarikan pasukan AS bukti Saddam pernah berhubungan bahkan berkolaborasi dengan Al Qaeda pun tidak pernah ada.

Faktor ketiga penyebab invasi Amerika terhadap Irak adalah Amerika menganggap invasi terhadap Irak ini adalah sebagai bentuk proses kebebasan Irak itu sendiri, karena rezim Saddam Husein dianggap sebagai salah satu rezim yang diktator di dunia. Oleh sebab itu, Pemerintah AS dan koalisinya yaitu Inggris, Spanyol dan Australia setuju untuk menyuarakan invasi kepada Irak dan memulai perang terhadap Irak. Gerakan pembebasan Irak dikenal sebagai “Operation Iraqi Freedom” oleh Amerika Serikat.

Faktor alasan keempat invasi Irak adalah karena Amerika Serikat dan Israel telah membentuk sebuah aliansi untuk melawan ancaman strategis yang berasal dan berkembang di Timur Tengah, aliansi ini tentu memberikan keuntungan bagi keduanya yaitu Amerika Serikat dan Israel. Bagi Amerika Serikat keamanan Israel adalah hal yang paling penting, karena Israel sering mendapatkan ancaman dan Amerika memprioritaskan keamanan Israel karena akibat dari ancaman kelompok teroris yang berasal dari  Arab dan negara-negara lainnya.[4]

 Faktor penyebab yang terakhir invasi Irak adalah karena faktor ekonomi yaitu penguasaan terhadap ladang minyak Irak, seperti yang kita ketahui, minyak Irak adalah yang terbesar kedua di dunia. Dalam hal ini, kepentingan Amerika Serikat pada sektor sumber daya minyak telah menjadi suatu hal yang krusial dan sudah menjadi sebuah keharusan. Kebijakan Amerika menginvasi Irak didorong oleh dukungan Israel dan motivasi untuk dapat mengontrol pasar minyak dunia, hal tersebut dilakukan agar AS dapat mengurangi ketergantungan dari eropa dan asia timur, oleh sebab itu, hegemoni Amerika Serikat tergantung pada minyak dan sumber daya energy. Berkaitan dengan hal tersebut, Amerika Serikat memposisikan Irak menjadi pangkalan militer strategisnya di Timur Tengah untuk mencapai penguasaan ladang minyak dan hegemoni di Timur Tengah.[5] Dengan menguasai minyak Irak, Amerika tidak hanya akan bisa menghegemoni Timur Tengah saja, akan tetapi dengan penguasaan ladang minyak Irak, Amerika bisa menghegemoni banyak Negara bahkan dunia.

Pengaruh Idiosinkrasi George W. Bush dalam Kebijakan Invasi Amerika terhadap Irak

Dalam proses pengambilan keputusan terdapat faktor psikologis atau disebut idiosinkratik yang memengaruhi kebijakan yang dapat diambil oleh pengambil kebijakan. Idiosinkratik berasal dari kata ideology dan syncratic. Definisi ideologi menurut Anthonio Gramsci adalah kerangka analisis untuk memahami dan menyelesaikan suatu masalah, sedangkan syncratic adalah suatu perpaduan dari segala hal yang baik dari segala yang ada. Sederhananya Idiosinkratik sendiri adalah sebuah pendekatan yang melihat karakter, psikologi, image dari seorang pemimpin yang dimana karakter dan psikologi seorang pemimpin dapat mempengaruhi hasil keputusan atau kebijakan seorang pemimpin atau pembuat kebijakan.

Menurut John Rourke dan Alex Mintz, pengaruh kebijakan Amerika menginvasi Irak dapat dilihat melalui pendekatan idiosinkratik. Ada beberapa aspek utama yang digunakan untuk melihat karakter individu atau ada beberapa tipe idiosinkratik salah satunya adalah personality and political leadership style, ego and ambition, political history and personal experience dan perception and operational reality.[6] Kebijakan Presiden Bush dalam menginvasi Irak dapat dianalisis melalui tipe-tipe idiosinkratik tersebut.

Personality and political leadership style adalah Kepribadian dan gaya kepemimpinan politik, setiap pemimpin akan menghadapi beragam tantangan dan kendala dalam mewujudkan kepentingan nasionalnya, sehingga pemimpin dituntut untuk merumuskan strategi kepemimpinan yang efektif (Rourke, 2007). Sikap atau prilaku pemimpin dapat mempengaruhi model kepemimpinannya dan caranya untuk mengambil sebuah kebijakan. Dalam hal ini, gaya kepemimpinan Presiden AS George W Bush terbilang tertutup, hal ini dapat dilihat pada kepribadian Presiden Bush yang tidak menerima informasi baru dan lebih focus kepada tujuan dan persepsi awalnya. Dalam Personality and political leadership style, terdapat tipe kepemimpinan yaitu Crusader. Tipe kepemimpinan crusader adalah lebih cenderung tidak memperdulikan informasi yang berlawanan arah dengan pemikirannya dan tipe kepemimpinan ini cenderung lebih memberikan respon pada sesuatu atau  peristiwa yang menjadi kepentingannya sejak awal.[7] Dalam hal ini, Presiden Bush cenderung mengabaikan informasi atau pendapat dari pemimpin Negara lain, terbukti saat banyak Negara seperti Prancis, Russia dan Negara lainnya menentang keputusannya untuk menginvasi Irak dengan tuduhan Irak memiliki senjata pemusnah massal, namun hal tersebut tidak terbukti, walau demikian Presiden Bush tetap melancarkan invasinya.

Faktor kedua idiosinkratik yang mempengaruhi kebijakan Presiden Bush adalah ego and ambition, yang dimana ego and ambition adalah suatu keinginan yang harus diwujudkan dan disertai dengan kepentingan individu yang sangat kuat untuk membuat sebuah keputusan atau kebijakan. Ego dan ambisi Presiden Bush sangat terlihat ketika ia menuding Irak memiliki senjata pemusnah massal sebagai alasan utama ia menginvasi Irak, akan tetapi hal tersebut tidak terbukti, namun Presiden Bush tetap melakukan invasi kepada Irak, invasi Amerika ke Irak adalah semata-mata ambisi Presiden Bush untuk menguasai minyak Irak, karena minyak Irak adalah kedua terbesar didunia, dengan menguasai minyak Irak Amerika dapat menguasai Timur Tengah melalui minyak Irak. Dan invasi ke Irak adalah ego dan ambisi Amerika untuk menyebarluaskan demokrasi.

Faktor ketiga analisis idiosinkratik dalam kebijakan invasi Amerika adalah political history and personal experience. Political history and personal experience adalah pengalaman politik seorang pemimpin politik secara historic yang dapat mempengaruhi si pembuat kebijakan dan dapat mempengaruhi hasil kebijakan. Karena pengalaman pribadinya Salah satu alasan Presiden Bush menginvasi Irak adalah karena kegagalan ayahnya yaitu Presiden ke-41 George H. W Bush gagal dalam menjatuhkan kekuasaan Saddam Husein ketika Irak menginvasi Kuwait. oleh sebab itu Presiden Bush menginvasi Irak berdasarkan political history and personal experience dari ayahnya dan dengan menginvasi Irak Presiden Bush mewujudkan keinginan ayahnya.

Analisis idiosinkratik yang keempat andalah perception and operational reality. Sebuah persepsi dapat sangat mempengaruhi individu atau pembuat keputusan dalam mengambil sebuah kebijakan. Persepsi tercipta karena adanya pandangan pribadi dari seorang individu, persepsi adalah kunci dalam kebijakan karena persepsi dapat membentuk realitas oprasional. Dalam hal ini, kebijakan Presiden Bush menginvasi Irak adalah karena persepsi dan dugaannya bahwa Irak tengah mengembangkan nuklir senjata pemusnah massal yang menjadi ancaman karena sangat berbahaya. Kemudian operasional realitinya adalah dengan Presiden Bush memngeluarkan kebijakan untuk menginvasi Irak karena merasa terancam. Namun alasan utama Presiden Bush menginvasi Irak adalah untuk melengserkan Saddam Husein.

Penutup

Kesimpulan

Agresi militer AS terhadap Irak telah mengakibatkan hampir seluruh fasilitas dan infrastruktur di Irak hancur. Agresi ini juga telah memakan beribu-ribu korban jiwa diperkIrakan korban akibat invasi Irak adalah sekitar 461.000 jiwa dan jutaan orang kehilangan keluarga dan rumah tempat tinggal mereka. Tidak terlupakan pusat-pusat peradaban Islam di Irak pun hancur berkeping akibat bombarder yang dilakukan oleh militer Amerika Serikat dan koalisinya, kemudian Amerika dan koalisinya berhasil menumbangkan dan melengserkan rezim Saddam Hussein dan juga partai Baath-nya yang telah berkuasa selama 30 tahun. Saddam Husein lalu dikenakan hukuman gantung mati atas tuduhan Saddam Husein telah melakukan genosida terhadap rakyatnya sendiri.

Kebijakan invasi Amerika Serikat terhadap Irak adalah suatu masalah yang sangat serius. Perang yang terjadi diantara Amerika Serikat dan Irak adalah perang yang dinilai timpang tindih dan tidak seimbang, hal ini dapat dilihat dari faktor kekuatan militer satu sama lain. Amerika Serikat jauh lebih memadai daripada Irak.  Invasi Amerika Serikat menyebabkan banyak dampak negatif kepada rakyat Irak seperti disintegrasi penduduk dan yang paling fatal adalah banyak menimbulkan kematian. Tudingan bahwa Saddam Husein memiliki bom nuklir dan senjata pemusnah massal serta bukti bahwa Saddam Husein memiliki hubungan dengan kelompok Al-Qaeda sampai saat ini tidak terbukti.

Melalui idiosinkratik kebijakan politik luar negari Amerika Serikat dipengaruhi oleh beberapa tipe atau model analisis teori idiosinkratik. Yang dimana Presiden Bush selaku pembuat kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh kepribadian, psikologi dan karakteristiknya. Dalam idiosinkratik terdapat bagaimana kperibadian seorang individu dianalisis, dan bagaimana gaya kepemimpinan seorang individu, selain itu dalam idiosinkratik terdapat analisis tentang ego dan ambisi dari seorang pemimpin, sehingga ranah kebijakan seorang individu dapat dianalisis melalui ambisinya. Kemudian dalam idiosinkratik terdapat bagaimana menganalisis kebijakan seorang pemimpin dipengaruhi oleh masa lalu dan pengalaman seorang pemimpin. Selanjutnya analisis tipe idosinkratik adalah melalui persepsi dan operasional reality. Yang dimana persepsi seseorang tentu sangat berpengaruh pada kebijakan seorang pemimpin, dan melalui persepsi seorang pemimpin, dapat diketahui ke arah mana kebijakan seorang pemimpin. Kemudian persepsi akan melahirkan operasional reality. Operasional reality adalah sebagai bentuk respon dari persepsi, yang dimana persepsi diwujudkan dengan operasi atau action yang nyata.

Analisis kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang dikaji dengan teori idiosinkratik, melalui beberapa tipe analisis adalah sebagai berikut: yang pertama adalah Personality and political leadership style. Dapat dikatakan gaya kepemimpinan Presiden AS George W Bush terbilang tertutup, karena ia tidak menerima informasi baru dan cenderung focus dengan tujuan awalnya.. Dalam hal ini, Presiden Bush cenderung mengabaikan informasi atau pendapat dari pemimpin Negara lain, terbukti saat banyak Negara seperti Prancis, Russia dan Negara lainnya menentang keputusannya untuk menginvasi Irak dengan tuduhan Irak memiliki senjata pemusnah massal, namun hal tersebut tidak terbukti, walau demikian Presiden Bush tetap melancarkan invasinya.

Faktor kedua idiosinkratik yang mempengaruhi kebijakan Presiden Bush adalah ego and ambition, yang dimana ego and ambition. Ego dan ambisi Presiden Bush sangat terlihat ketika ia menuding Irak memiliki senjata pemusnah massal sebagai alasan utama ia menginvasi Irak, akan tetapi hal tersebut tidak terbukti, namun Presiden Bush tetap melakukan invasi kepada Irak. Selanjutnya adalah political history and personal experience. Political history and personal experience adalah pengalaman politik seorang pemimpin politik secara historic yang dapat mempengaruhi si pembuat kebijakan dan dapat mempengaruhi hasil kebijakan. Karena pengalaman pribadinya Salah satu alasan Presiden Bush menginvasi Irak adalah karena kegagalan ayahnya yaitu Presiden ke-41 George H. W Bush gagal dalam menjatuhkan kekuasaan Saddam Husein ketika Irak menginvasi Kuwait.

Tipe analisis idiosinkratik selanjutnya adalah perception and operational reality. Persepsi tercipta karena adanya pandangan pribadi dari seorang individu, persepsi adalah kunci dalam kebijakan karena persepsi dapat membentuk realitas oprasional. Dalam hal ini, kebijakan Presiden Bush menginvasi Irak adalah karena persepsi dan dugaannya bahwa Irak tengah mengembangkan nuklir senjata pemusnah massal yang menjadi ancaman karena sangat berbahaya. Kemudian operasional realitinya adalah dengan Presiden Bush memngeluarkan kebijakan untuk menginvasi Irak untuk menghentikan kegiatan pengembangan nuklirnya. Kebijakan Amerika dalam menginvasi Irak telah membuktikan bahwa idiosinkratik atau psikologi, karakteristik seseorang dapat mempengaruhi si pembuat kebijakan dan tentu saja akan mempengaruhi hasil kebijakan pula.

Referensi

[1] Diana Puspita, dkk. “Irak Pasca Invasi Amerika Serikat”.  http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/downloadSuppFile/3163/267

[2] Anonym. “Masa Kepemimpinan George Walker Bush Di Amerika Serikat”. 2019. https://www.researchgate.net/publication/333803361_MASA_KEPEMIMPINAN_GEORGE_WALKER_BUSH_DI_AMERIKA_SERIKAT

[3] Anonym. “Perang Irak dalam Angka”. 2013. Https://Www.Bbc.Com/Indonesia/Laporan_Khusus/2013/02/130216_Irak_Statistik

[4] Dewi Ayu Wulandari. “Agresi Amerika Serikat Terhadap Irak Periode 2003-2010”.  Vol. 1, No. 2, Tahun 2015, p. 133.  http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi

[5] Dewi Ayu Wulandari. “Agresi Amerika Serikat Terhadap Irak Periode 2003-2010”. p. 133.

[6] Umar Suryadi Bakry.Dasar-Dasar Hubungan Internasional Edisi Pertama”. https://books.google.co.id/books?id=-BVNDwAAQBAJ&pg=PA237&dq=pendekatan+idiosinkratik+dalam+analisis+politik+luar+negeri&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjo_o3bzpztAhXXYysKHT9yBDQQ6AEwAHoECAQQAg#v=onepage&q=pendekatan%20idiosinkratik%20dalam%20analisis%20politik%20luar%20neg/eri&f=false

[7] Anonym. “Analisis Model Teori Idiosinkratik terhadap Kebijakan Luar Negeri Perdana Menteri John Howard (1996-2007) dalam Imigran Gelap di Australia”. 2018. https://ir.binus.ac.id/2018/11/19/analisis-model-teori-idiosinkratik-terhadap-kebijakan-luar-negeri-perdana-menteri-john-howard-1996-2007-dalam-imigran-gelap-di-Australia/

There is 1 comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *