Pembahasan
Sister City
Sister city, sister cities, twin city adalah bentuk kerjasama antar dua kota, dua provinsi, ataupun dua negara yang berbeda lokasi dan administrasi politik yang bertujuan untuk menjalin hubungan budaya, ekonomi, dan kontak sosial antar penduduk secara berkesinambungan. Secara umum, sister city adalah dua kota yang secara resmi saling terikat dengan suatu tujuan tertentu, baik itu mempromosikan perdamaian, pertemanan, ataupun perasaan saling mengerti antara oran-gorang yang berada didalamnya (Souder et al., 2005). Sister city juga digunakan untuk mendorong hubungan perdagangan dan pariwisata di kedua wilayah (Clarke, 2009; Kaltenbrunner et al., 2013). Penekanan yang semakin besar pada globalisasi membuat kota-kota global menjadi fokus yang tajam, terutama dalam peningkatan daya saing (Villers, 2009).
Sister city memungkinkan hubungan antar kedua pihak lokal dalam lingkungan global. Pada awalnya dipahami sebagai sarana pasca perang untuk mengembangkan hubungan persahabatan dan ikatan budaya, sister city didasarkan pada persamaan seperti nama atau fungsi ekonomi. Dalam hal ini, yaitu untuk sama-sama memajukan kedua daerah dalam berbagai bidang termasuk perekonomian dan pariwisata seperti yang penulis kali ini akan paparkan.
Baru-baru ini, pengakuan yang lebih besar telah diberikan kepada ekonomi dan manfaat dari koneksi ini (Cremer et al., 2001) Mayoritas hubungan sister city saat ini terjalin di Eropa setelah perang dunia kedua. Dengan berpegang pada prinsip, “masyarakat yang saling mengenal maka tidak akan saling membenci”, sister city diharapkan bisa berkonstribusi pada perdamaian dunia kedepannya (Souder et al., 2005).
Sister city Organization, sebuah organisasi yang mewadahi hubungan kerjasama antara sister city, mendefisinikannya sebagai suatu kemitraan jangka panjang antara dua komunitas masyarakat di dua negara yang secara resmi diakui apabila kedua komunitas tersebut menandatangani suatu perjanjian (SCI, 2012). Tjandradewi (2006) membahas tiga faktor yang dapat memajukan pengembangan hubungan trans-nasional dan sub-nasional.
Kota-kota yang berkembang pesat di negara berkembang yang membutuhkan bantuan harus secara aktif mencari untuk itu. Pemerintah setempat telah mencari pengaturan kemitraan dengan rekan-rekan di negara maju dengan harapan pengetahuan teknis dan transfer keterampilan (Kearns & Paddison, 2000). Globalisasi telah menawarkan peluang bagi negara-negara berkembang dan kota untuk berbagi informasi penting di antara mereka dan warga mereka, teknologi informasi canggih, arus global, termasuk orang, informasi dan pengetahuan. Ketiga, desentralisasi dan bentuk-bentuk baru Inggang Perwangsa Nuralam, peran strategis penerapan konsep sister city yaitu hubungan antar pemerintah antara pemerintah lokal dan nasional telah menyediakan lingkungan yang kondusif untuk kerjasama lokal lintas batas.
Terdapat 47 kota dari seluruh 33 provinsi yang pernah dan memiliki hubungan sister city (Sitinjak et al., 2014). Tujuan utama dari program sister city baik antar kota yang ada di Indonesia maupun dengan kota di negara berkembang saat ini ialah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi antara kota-kota yang bersangkutan. Jakarta, misalnya, memiliki jumlah sister city terbanyak dengan jumlah 49 sister city pada tahun 2014 dengan 21 diantaranya kota-kota di luar negeri.
Menurut Kementrian Luar Negeri, 20% dari total hubungan sister city yang ada di Indonesia memiliki hubungan yang sangat baik, 15% cukup baik dan 65% hampir tidak memiliki kegiatan sama sekali (Salam 2004). Salam (2004) menilai pemerintah Indonesia belum menganggap secara serius konsep pembelajaran dari sister city ini. Ide sister city juga mengalami beberapa sorotan kritik. Salah satu kritik tersebut fokus pada banyaknya hubungan yang secara ekonomi menguntungkan bagi kota tetapi program tersebut membutuhkan biaya dari kota untuk bisa berjalan.
Pemerintah Pusat membuat beberapa kebijakan dan program, agar Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan hubungan ini sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan kota/daerah masing-masing. Skema sister city ini belum dikenal dan dipahami secara luas, bahkan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah hanya memahami skema tersebut. Padahal, konsep skema yang diinginkan adalah hubungan kemitraan antar komunitas kota. Dilihat dari sejarah terbentuknya konsep dan skema sister city ini, sesungguhnya skema yang diinginkan adalah hubungan kemitraan antar komunitas kota, sehingga idealnya dilaksanakan secara sinergi antar stakeholders kota secara lengkap, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Untuk menjalin hubungan dengan kota yang akan menjadi sister city, ada beberapa prinsip yang dijadikan acuan meskipun antara satu kota dengan kota lainnya prinsip ini dapat berbeda-beda (Kelowna, 2010).
Prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1) Similaritas – adanya kesamaan bersama; 2) Pertukaran – adanya potensi pertukaran dalam segi budaya, edukasi, rekreasi, ataupun ekonomi; 3) Hubungan timbal balik – pertukaran yang sifatnya positif harus berjalan dari dua arah; 4) Berorientasi pada masyarakat – adanya kepemimpinan yang aktif, keterlibatan dan dukungan oleh masyarakat, melalui organisasi ataupun bisnis yang sudah ada untuk membangun ataupun memelihara hubungan yang sudah ada; 5) Manfaat strategis – manfaat jangka pendek dan jangka panjang yang didapat dari hubungan melebihi biaya publik yang harus dikeluarkan untuk menjalin ataupun memilihara hubungan yang sudah ada; 6) Eksklusivitas & Kedekatan – tidak memiliki hubungan sister city dengan kota lainnya di negara yang sama atau lokasi yang berdekatan dari lokasi calon sister city; 7) Kestabilan politik – kondisi politik yang stabil dinegara tempat sister city berada, sesuai dengan hasil pengumuman dari pemerintah pusat. Dalam menjalin hubungan ini, terdapat sejumlah keuntungan dari kerjasama sister city, diantaranya adalah: (1) kesempatan untuk transfer knowledge dan experience dalam menegelola pembangunan terhadap bidang yang dikerjasamakan; (2) Mendorong munculnya ide dan peran aktif pemerintahdaerah kota serta stakeholder lainnya; (3) Mempererat persahabatan pemerintah dan masyarakat kedua belah pihak; (4) sebagai kesempatan transfer culture untuk memperkaya kebudayaan daerah. Namun di sisi lain skema sister city juga menimbulkan beberapa faktor negatif, diantaranya adalah: (1) Meningkatnya beban keuangan negara atau daerah karena memakai dana APBN atau APBD, (2) cenderung menunggu fasilitasi dari pemerintah, (3) Memiliki potensi ketidaksetaraan dalam kerja sama yang kurang seimbang sehingga hanya menguntungkan satu pihak.
Sister City antara Polandia-Indonesia
NTB membuka semua peluang dalam membangkitkan kembali sektor pariwisata yang pernah tenggelam akibat pandemik berkepanjangan COVID-19, selain pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandaika sudah dicanangkan dan berhasil dilirik oleh banyak investor, hal-hal mengenai kerjasama antar daerah terus ditingkatkan oleh pemerintahan daerah dan pusat demi terjaminnya perekonomian dan kerjasama politik internasional di daerah NTB, Indonesia. Penetapan wilayah mandalika sebagai KEK dalam rangka memepercepat pembangunan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat serta juga untuk menunjang percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional. Wilayah Mandalika memiliki potensi dan keunggulan secara geoekonomi dan geostrategis
Sister city menjadi pilihan yang cukup baik untuk diterapkan di daerah NTB mengingat kawasan desa wisata yang semakin naik daun belakangan ini. Kerjasama antar daerah di negara berbeda dibiang sudah umum di Indonesia, khususnya ibukoka dan kota-kota besar di Indonesia yang telah menjalin kerjasama diberbagai bidang muai dari perkembangan kota hijau (Green City), kota pintar (Smart City), hingga kota budaya (Culture City). Kerjasama internasional yang memiliki tujujan beriringan dengan partner yang ada di negara pelaku kerjasama ini, memiliki potensi keberhasilan yang besar, dengan globalisasi dimana kegiatan sangat dipercepat dan dibuat menjadi instant dengan teknologi terbaru yang membuat tidak ada lagi yang harus di ragukan mengenai program kota kembar (sister city).
Tahapan dalam proses hubungan kerjasama Sister Province, yaitu, Pertama, bahwa kerjasama tersebut dipererat dengan penandatangaan perjanjian formal yang dikenal dengan MoU, dimana hal ini dilakukan oleh pemimpin provinsi/kota atau pejabat setempat yang ditunjuk. Kedua, perjanjian kerjasama yang ditandatangani tersebut dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Ketiga, oleh karena perjanjian tersebut sedang berjalan dan dalam jangka waktu yang tidak terbatas, rencana kerjasama dengan berbagai aspek yang telah disepakati harus disebarluaskan. Keempat, peran serta pejabat atau pimpinan kota/provonsi sangat penting, tetapi perlu juga ditunjang dengan partisipasi masyarakat. Kelima, kerjasama Sister Province ini akan membawa dampak besar terhadap berbagai perubahan yang positif, harus menjadi karakter suatu negara sehingga aparat pemerintah besungguh-sungguh dan memiliki andil besar dalam kerjasama tersebut. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor; 193/1652/PUOD/1993 tertanggal 26 april 1993, pembentukan kerjasama Sister Province dan Sister City harus didasarkan pada beberapa kriteria sebagai berikut: (1) Adanya kesamaan kedudukan atas status administrasi; (2) Adanya kesamaan besaran dan fungsi; (3) Adanya kesamaan karakteristik; (4) Adanya kesamaan permasalahan; (5) Adanya ilmu dan teknologi yang dapat dialihkan; (6) Adanya komlementaritas antara kedua belah pihak dalam bidang ekonomi, sehingga dapat menimbulkan aliran barang antara kedua belah pihak.
Menurut Donal Bell Souder & Shanna Bredel dalam A Study of Sister City Relations, bidang yang meliputi kerjasama Sister City/Province terbagi menjadi :
Budaya, dalam konteks kerjasama budaya ditujukan untuk memahami keanekaragaman budaya yang berbeda sehingga dapat terjalinnya pemahaman mengenai latar belakang budaya, sehingga dapat meningkarkan kerjasama yang lebih mendalam antar Kota dalam Hubungan Intenasional, yang biasanya melibatkan unsur seni musik, pertunjukan budaya, dan hal lainnya yang menyangkut kebudayaan. Akademik, dalam bidang akademik biasanya melibatkan pengiriman duta/delegasi dari suatu kota/provinsi terhadap kota/provinsi lainnya yang ditunjuk untuk mempromosikan dan mempelajari budaya lain, untuk mempeerat hubungan yang lebih mendalam. Pertukaran informasi, dalam hal ini ditujukan untuk menanggulangi suatu kesamaaan permasalahan yang dihadapi, sehingga dapat terselesaikam dengan pengembangan yang dalam hal ini dapat ditujukan pembangunan kota/provinsi yang lebih baik. Ekonomi, merupakan bidang yang sangat penting dalam kerjasama Sister City/Sister Province, dimana hal ini berlandaskan pada tujuan peningkatan perdagangan antar kota maupun provinsi sehingga konteks kerjasama tejalin lebih harmonis.
Dengan diberlakukanya Undang-undang No. 22 tahun 1999, maka pemerintah daerah dapat melakukan hubungan luar negeri, yang sekarang diatur dalam undang-undang no. 23 tahun 2014 yang dimana berisikan pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah, yang sebelumnya juga diatur oleh Undang-undang no. 32 tahun 2004 yang berisikan perpindahan kewajiban pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, yang mana undang-undang ini masih dalam penyesuaian yang kemudian pada amandemen 2014 menjadi pelimpahan kewenangan terhadap daerah. Terkait dalam hal yang menyangkut penyebutan atau penggunaan istilah sister city di Indonesia oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 193/1652/POUD resmi menggunakan istilah sister province dan sister city dalam menyebut bentuk-bentuk kerjasama antar kota-kota di Indonesia baik itu dalam ranah lokal mauapun internasional. Istilah tersebut resmi dikeluarkan oleh kementrian terkait yakni Kementrian Luar Negeri berkejasama dengan Kementrian Dalam Negeri untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dan kekeliruan kedepannya.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah bersama rektor 6 Universitas di Mataram berkunjung ke Polandia dan Republik Ceko. Sejumlah kerja sama disepakati untuk pengembangan NTB. Kerja sama dua provinsi akan diwujudkan dalam investasi dan bisnis, beasiswa pendidikan, pertukaran pelajar dan pekerja, seni dan kebudayaan hingga pelajaran musik. Gubernur Piotr Calbecki mengatakan kunjungan itu menjadi momen berharga kedua belah pihak. Pertemuan kedua pemerintah provinsi membuka beragam peluang kerja sama di beragam sektor bisnis dan industri, termasuk pendidikan. Calbeki siap mengundang empat anak muda terbaik NTB untuk magang di kantornya selama satu bulan di Brussels Belgia di Pusat Uni Eropa (UE). Dia berharap anak-anak muda NTB paham bagaimana mereka bekerja serta bagaimana NTB sebagai provinsi bisa mengakses bantuan dana UE untuk pembangunan dan perubahan di NTB.
“Kami sangat terbuka menerima para calon mahasiswa atau yang Bapak Gubernur Zul sebutkan sebagai `para calon pemimpin masa depan Indonesia` di kampus kebanggaan kami.”
Potensi sumber daya alam NTB yang besar dalam perekonomian juga harus berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti keberadaan industry rakyat. Upaya peningkatan ekonomi masyarakat harus dilakukan dalam berbagai program, diantaranya pembangunan Industri Mikro dan Kecil (IMK). IMK sendiri mempunyai peran yang sangat vital dalam pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan jumlah investasi yang relatif kecil, maka usaha IMK dapat lebih fleksibel dan beradaptasi terhadap perubahan pasar. IMK tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan ekternal, karena dapat tanggap menangkap peluang untuk subtitusi impor dan meningkatkan (supply) persediaan domestik. Pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah khususnya provinsi NTB juga bisa di gunakan sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hirarki suatu kota yang besar akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hirarki kota provinsi dapat menentukkan jenjang pelayanan terkait dengan pusat pelayanan.
Adapun lahan investasi yang juga berpotensi dan berkembang di provinsi Nusa Tenggara barat selain disektor pertanian, perikanan, kelauatan serta pariwisata, yaitu pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang merupakan kawasan dengan batas tertentu yang mencakup dalam wilayah hukum RI yang ditetapkan untukmenyelenggarakan fungsi perekonomian dan memeperoleh fasilitas tertentu. Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Kebijakan pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di Provinsi NTB diarahkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki daya saing nasional dan internasional berbasis pengembangan industri MICE (Meeting, incentive, convention, exibition), serta pengembangan industri berbasis peternakan terutama sapi, garam, rumput laut, jagung, dan tembaga, sesuai RKP 2016 pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB meliputi persiapan perasional KEK Mandalika dan pembangunan kawasan penggerak ekonomi di Kawasan Bima.