Kerangka Teoretis
Teori Konstruktivisme
Fokus utama konstruktivisme adalah pada kesadaran manusia atau kesadarn dan tempatnya pada dalam urusan dunia. Banyak teori HI, dan khusunya neorealisme, adalah materealis memfokuskan pada bagaimana distribusi kekuatan meterila seperti kekuatan militer dan kemampuan ekonomi, mendefinsikas keseimbangan kekuatan antar negara dan menerangkan perilaku negara. kaum kontruktivis menolak fokus materi satu sisi tersebut. Mereka berpendapat bahwa yang paling penting adalah sosial, bukan material. Lebih lanjut, mereka berpendapat realitas sosia ini tidak objektif, atau eksternal, bagi pengamta internsional. Dunia sosial dan politik, termasuk dunia hbungan internsional, bukanlah entitas fisik atau objek material yang berada di luar keesadaran manusia. Jika pemikiran dan ide yang masuk dalam keberadaan hubungan internsional berubah, maka sistem itusendiri juga akan berubah karean sistem terdiri dari oemikiran dan ide. Itulah pandangan dibalik frasa yang sering di ulang oleh para pakar konstruktivis.
Konstruktivisme adalah teori sosial dan dan sejumlah teori substantifyang berbeda; bagian ini adalah tentang konstruktivisme sebagai teori sosial; bagian selanjutnya adalah tentang teori konstruktivis HI. Dalam teori sosial para konstruktivis menekankan konstruksi realita sosial. Hubungan manusia, termasuk hubungan internsional, terdiri dari pemikiran dan ide dan pada dasarnya bukan merupakan kondisi aterial atau kekuatan. Hal ini secara filosofi meruoakan emen idealis konstruktivisme yang berbalikan dengan filosofi materealis tentang banyak positivisme ilmu penegtahuan sosial. Menurut filsafat konstruktivis, dunia sosial bukanlah sesuatu yang biasa: ia bukanlah sesuatu ‘di luar sana’ yang ada dalamnya. Ia bukanlah realistas ekternal yang hukumnya dapat ditemukan dengan riset ilmiah dan diterangkan dengan teori ilmiah, seperti yang diargumenkan para positivis dan behavioris. Dunia sosial dan politik bukanlah bagian dari alam. Tidak ada hukum masyarkata atau ekonomi politik yang alamiah. Sejarah bukan merupakan proses eksternla yang berevolusi yang bersifat independen terhadap pemikiran dan ide manusia. Hal itu berarti bahwa ilmu penegtahuan sosiologi atau ekonomi atau politik atau studi tentang sejarah tidak dapat menjadi’pengetahuan’ objektif dalam makna kata positivis yang tepat.
Pada dasarnya kosntruktivisme terbagi menjadi tiga komponen penting Pada dasarnya, konstruktivisme dapat dibagi menjadi tiga elemen penting. Jadi pertama tentang hakikat aktor. Konstruktivisme melihat aktor internasional tidak hanya sebagai warga negara, tetapi juga sebagai aktor non-negara. Aktor non-negara yang dimaksud adalah advokat internasional yang memperjuangkan isu-isu normatif seperti hak asasi manusia, demokrasi, lingkungan dan gender. Menurut kaum konstruktivis, lembaga-lembaga ini sangat berpengaruh karena memiliki peluang untuk mempengaruhi kebijakan negara melalui beberapa agenda penting.
Kedua, tentang kepentingan nasional. Konstruktivisme mengasumsikan bahwa urusan internasional adalah realitas yang dibangun secara sosial. Singkatnya, hubungan internasional konstruktivis adalah produk interaksi sosial antar aktor. Artinya, konsep konstruktivis tentang kepentingan nasional didasarkan pada asumsi bahwa kepentingan nasional dikonstruksi secara sosial. Bagi konstruktivis, kepentingan nasional tidak bersifat terpisah dari konstruksi aktornya, tetapi intrinsik atau inheren dalam proses konstruksi sosial. Sederhananya, kepentingan nasional terwujud dalam proses interaksi antar pemangku kepentingan, bukan hanya sebagai tindakan yang dituntut oleh suatu bangsa. Akibatnya, kepentingan nasional terus berubah dan bervariasi dari satu negara ke negara lain. Konsep kepentingan nasional tergantung pada situasi sosial yang dihadapi aktor.
Ketiga, tentang hakikat struktur internasional. Untuk konstruktivis, struktur internasional terdiri dari unsur-unsur yang tidak terlihat atau idealis. Ketika elemen-elemen ini menejaskan dirinya dalam bentuk yang berbeda, seperti ide, identitas, budaya, norma, dll. Ada tiga jenis teori konstruktivis: satu yang menekankan konsep identitas, satu yang menekankan konsep norma dan konsep identitas, dan satu yang menekankan konsep norma dan pentingnya faktor linguistik. Pentingnya unsur bahasa.[8]
Melalui ketiga poin tersebut bisa terlihat bagaimana konsep identitas dimana negara merupakn aktor internasional yang paling penting. Hal ini bisa terlihat bagaimana Perancis dan Jerman memiliki dominasi dalam menentukan serta mematuhi kebijakan yang dimiliki Uni Eropa termaksud keadaan krisis energi dengan beberapa upaya yang diambil seperti pembatasan penggunaan energi terbarukan serta mencari jalan keluar menggunakan energi yang ramah lingkungan yang mana keputusan tersebut tentunya tidak semua bisa melaksanakkan dengan baik oleh anggota – anggota Uni Eropa.
Kerangka Konseptual
Renawable Energi Direvtive 2009
Kebijakan Sustainable development lahir dari ketergantungan Uni Eropa pada sumber energi fosil. Pertama, pada tahun 2001, Dewan Eropa Gothenburg mengembangkan Sustainable Development Strategy (SDS) pertama, sebuah cetak biru untuk implementasi kebijakan pembangunan Uni Eropa yang berfokus pada sumber energi terbarukan. Rancangan ini tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengikat tujuannya, negara-negara Uni Eropa, karena masih merupakan bentuk strategis. Setelah serangkaian perubahan, termasuk perubahan pada periode 2005-2009. Pada tahun 2009, Directive 2009/28 / EC telah disetujui oleh Parlemen dan Dewan Eropa (Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa 2009).
Sesuai dengan undang-undang Uni Eropa, Treaty of Lisabon atau Treaty of the Etstablishment of European Community (European Community 1997). Perjanjian yang ditandatangani pada 13 Desember 2007 dan diratifikasi pada 1 Desember 2009, mengubah Ttreaty of Maastricht dan Treaty of Rome, yang merupakan dasar dari Konstitusi dan sumber hukum utama di Uni Eropa. Terkait langsung dengan Treaty of Lisbon, Directive 2009/28/EC merupakan produk sah yang lebih mengikat Negara Anggota dan memiliki efek hukum yang lebih tahan lama dibandingkan SDS (European Community). 2015) 1. Secara umum, arahan ini dibagi sebagai berikut: Kedua bagian tersebut, bagian pertama, terdiri dari pendahuluan yang memberikan penjelasan tentang latar belakang konseptual di balik pembuatan pedoman, dan bagian kedua adalah bagian utama dari pedoman itu sendiri.
Bagian pendahuluan menjelaskan konsep-konsep kebijakan pembangunan berkelanjutan yang sedang dipertimbangkan untuk korelasinya dengan kebijakan lingkungan dari Perjanjian Lisbon (Masyarakat Eropa 2015). Secara total, bagian pengantar ini terdiri dari 97 poin, menjelaskan istilah dan bagaimana kaitannya dengan badan hukum atau objek selain Directive 2009/28/EC. Poin-poin penting dari pendahuluan adalah sebagai berikut, Pertama, pada poin 1 – 3 dapat ditemukan bahwa desain kebijakan sustainable development Uni Eropa juga mempertimbangkan subtansi protokol Kyoto untuk mengurangi redukasi gas emisi terhitung sejak 2012. Kedua, pada poin ke 9, ditemukan danya keharusan menghasilkan sistem evaluasi yang meliputi keharusan untuk menggunakan biogas secara bertahap untuk pemakin energi sejak tahun 2010 dan 20% dari total pemakaian paa 2020, serta amanat untuk menggunakan minimum 10% dari total konsusmsi energi untuk menggunakan biogas yang ibagi bersama penggunaan minyak fosil dan disel pada 2020. Ketiga, oada poin ke 12 juga mengatur tentang jenis – jenis penggunan produk argikultur seperi adan residu organik hewan untuk menghasilkan biogas inilai sebagai salah satu cara mengurangi dampak emisi gas rumah kaca.[9]
Pembahasan
Kebutuhan Pasokan Energi di Uni Eropa
Uni Eropa sangat bergantung akan kebutuhan energi guna menjalankan industry dan kebutuhan nasional yang ada pada tiap anggota Negara hal ini menjadikan Uni Eropa bermitra dengan beberapa Negara yang memiliki sumber daya energi yang cukup yang nantinya bias di trade sesuai kesepakatan dari kerjasama tiap anggota Negara Uni Eropa dengan mitra atau Negara yang sebagai pelaku supplyer dari kebutuhan energi tersebut. Kebutuhan energi yang dimiliki Uni Eropa pada tahun pertegahan 2004 – 2010 mengalami krisis disaat hubungan Uni Eropa dengan Negara timur tengah terkhusus di bidang minyak mengalami hubungan yang terpuruk akibat sentiment keamanan yang terjadi di timur tengah. Hal ini menjadikan Uni Eropa serta mitra berburu pasar baru untuk mendapatkan energi guna memenuhi kebutuhan Uni Eropa, dan Rusia menjadi sasaran pasar untuk melengkapi kebutuhan energi Uni Eropa.
Dengan adanya tren politik yang meningkat di Timur Tengah memaksa Uni Eropa untuk mencari sumber energi alternatif selain minyak, yaitu gas alam. Saat ini, Rusia adalah pengekspor gas terbesar di Eropa, di mana Eropa membeli 40% gasnya dan 30% minyaknya dari Rusia. Rusia adalah salah satu produsen energi terbesar di dunia, Rusia adalah negara terpenting bagi ketahanan energi Eropa. Tidak hanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga untuk pengoperasian roda industri. Sedangkan menurut perhitungan regional, Eropa masih mengimpor 30% minyak dan 50% gas alam dari Rusia. Jika hal ini terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2030, ketergantungan Eropa terhadap energi (minyak dan gas alam) dari Rusia akan sangat tinggi, hingga 80%. Apa yang telah membuat Rusia penting bagi Eropa adalah kehadiran Gazprom. Gazprom sendiri merupakan perusahaan gas alam yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah Rusia lebih dari 50%.
Ketergantungan akan gas alam dan minyak pada eropa semakin terpuruk dikarenakan Rusia mampu memaksa perusahaan minyak Inggris BP (British Petroleum) untuk menjual saham mayoritas di ladang minyak raksasa gas Kovykta ke Gazprom. Hal ini telah memperkuat pengelolaan sumber daya mineral yang secara strategis penting untuk kepentingan nasional Rusia. Dengan kekuatan energi itu, Rusia juga bisa mendominasi Eropa. Tidak hanya itu, Rusia menerapkan kebijakannya pada tahun 2007 dengan menandatangani undang-undang yang menarik diri dari kesepakatan negara-negara asli Eropa. Langkah-langkah yang diambil pada saat itu tampaknya menunjukkan kekuatan Rusia yang semakin besar. Sikap ini dapat dijadikan sebagai kebijakan untuk mengekang pengaruh asing, dalam hal ini dapat melawan Rusia, khususnya di Eropa Hingga secara keseluruhan, anggota UE mengimpor 50% dari total pasokan energi mereka, dan para ahli juga mempekirakan bahwa impor akan meningkat menjadi 70% dan konsumsi gas alam menjadi 80% pada tahun 2030 . Tidak seperti minyak, pasar gas alam juga bergantung pada pengaturan pasokan jangka panjang, misalnya di negara yang miskin energi tetapi kaya akan teknologi dan modal.[10]
Strategi Uni Eropa dalam Upaya Pengamanan Pasokan Energi Pasca Konflik Rusia–Ukraina 2014
Pada statistik tercatat pada poin sebelumny bahwa Uni Eropa memasok kebutuhan gasnya sebanyak 40% serta 30% pada sector minyak yang mana apabila dirincikan ada 10 negara Uni Eropa tertinggi yang bergantung pada pasokan energi Rusia yaitu: (1) Latvia sebesar 100%; (2) Estonia sebesar 100%; (3) Slovakia sebesar 100%, (4) Finlandia sebesar 100%. (5) Bulgaria sebesar 80%, (6) Lithuania sebesar 80%, (7) Ceko sebesar 80 %, (8). Yunani sebesar 60%, (9). Austria sebesar 60%, dan (10) Hongaria sebesar 60% melalui poin poin tersebut menunjukkan bahwa Uni Eropa sangat bergnatung pada energi yang dimiliki oleh Rusia memiliki kekuatan besar di sektor gas dan energi. Rusia juga memiliki kekuatan militer yang cukup kuat, di mana Rusia mewarisi sekitar 50% persenjataan dan aset ekonomi yang dimilikinoleh Uni Soviet sebelumnya. Ketergantungan UE yang tinggi terhadap pasokan gas Rusia juga menjadikannya kekuatan dan memiliki baragain power untuk bekerja sama dengan UE di bidang energi. Sementara itu, dalam tindak ekspansi UE terhadap Ukrina , proses perluasan pengaruh UE di Eropa Timur dianggap sebagai bentuk penghinaan yang melemahkan kekuatan dan hegemoni Rusia di Eropa Timur. Dari sudut pandang Rusia, kedekatan Uni Eropa dengan Ukraina merupakan ancaman bagi Rusia.
Dengan hubungan yang kurang baik pasca perang atau krisis Krimea 2014 menjdikan Uni Eropa mengambil sikap untuk memproteksi kekuatan ekonomi maupun energi Uni Eropa di bawah komando tiga raksasa besar yaitu Jerman, Prancis, dan Inggris mengatur beberapa strategi Konfrontasi Uni Eropa terhadap Rusia khususnya pada strategi pengamanan energi Uni Eropa.
Ada beberapa upaya yang dilakukan Uni Eropa alam menjaga kestabilan energi yaitu
- melakukan stress test, latihan darurat energi di mana UE mensimulasikan gangguan pasokan energi. Dalam simulasi tersebut, UE membuat dua skenario gangguan, pertama UE tidak akan menerima pasokan gas dari Rusia selama enam bulan dan kedua UE akan mendapatkan pasokan gas melalui Ukraina. Hasilnya adalah dampak yang signifikan terhadap negara-negara anggota UE, terutama di Uni Eropa Timur, yang notabene bergantung pada pasokan gas Rusia Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut, UE telah mengantisipasi ketahanan energi jangka panjang dan jangka pendek, termasuk menjalin kerjasama yang lebih erat dengan pemasok energi regional dan meningkatkan negara-negara penghasil energi internasional
- melakukan kerjasama energi dengan negara-negara penghasil minyak di Asia Tengah. Permintaan gas UE dari Asia Tengah berasal dari Turkmenistan, Azerbaijan, Kazakhstan, dan Uzbekistan. Di antara negara-negara tersebut, Turkmenistan merupakan negara Asia Tengah dengan cadangan minyak sekitar 600 juta barel pada 2015. Sementara itu, cadangan gas alamnya mencapai 265 triliun kaki kubik (Tcf) dan menduduki peringkat enam dunia. Menurut data tahun 2014, dalam sehari negara ini bisa memproduksi hingga 238.000 barel minyak Sebagai pemilik cadangan minyak terbesar keenam di dunia, UE semakin memperkuat kerjasamanya dengan Turkmenistan. Hubungan kerjasama antara UE dan Turkmenistan mulai berkembang pada tahun 2007, terutama setelah Pertemuan Menteri Luar Negeri UE-Turkmenistan diadakan di Ashgabat, Turkmenistan. Selain Turkmenistan, UE juga memperkuat kerjasama dengan negara-negara penghasil minyak lainnya di Asia Tengah.
- menjalin kerjasama dengan Norwegia dan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), sebuah asosiasi negara pengekspor minyak yang terdiri dari 12 negara anggota menyumbang sekitar 40% dari total impor minyak mentah UE. Arab Saudi, Libya dan Nigeria adalah pemasok minyak mentah terbesar di antara semua negara anggota OPEC. UE bertemu setiap tahun dengan OPEC membahas berbagai masalah yang terkait dengan kerjasama minyak dan gas.
Peningkatan kerjasama ini membawa keuntungan ganda bagi UE, yaitu mengatasi ketergantungan dan melemahkan ekonomi Rusia yang bergantung pada ekspor gas. Setelah embargo, rubel yang merupakan mata uang Rusia mengalami penurunan nilai tukar terhadap dolar AS sebesar 3.032 rubel menjadi satu dolar AS, kemudian pada tahun 2014 mencapai 36 rubel satu dolar AS Selain itu, harga minyak juga anjlok dari 100 USD/barel menjadi kurang dari 60 USD/barel, sehingga menyebabkan inflasi di Rusia mencapai 7%. Hal ini menunjukkan bahwa UE bukannya tidak berdaya meski Rusia telah berhenti memasok gas, terbukti dengan adanya embargo ekonomi UE terhadap Rusia yang telah melemahkan rubel terhadap dolar AS.
Kemudian Uni Eropa melakukan tindakan penguatan kekuatan Uni Eropa dengan mendapatkan dukungan daru North Atlantic Treaty Organiztion (NATO) dalam menjaga kestabilan energi serta mendukung embargo terhadap Rusia. Dengan meningkatnya kekuatan militer akibat dukungan dari NATO menjadikan Rusia mulai memperhitungkan tinakan yang diambil oleh Uni Eropa memiliki potensi yang sangat berbahay bagi keaulatan Rusia
Kemudian yang ketiga Uni Eropa melakukan tindak perluasan anggota Uni Eropa agar menujukkan bahwa Uni Eropa merupakan organisasi superiortas atas Rusia dimana pada 25 September 2014 melalui pernyataan Presiden Petro Poroshenko, Ukraina akan bergabung dengan UE pada tahun 2020[11]