Feminisme dalam Ilmu Hubungan Internasional: Pandangan Kritis Terhadap Gender dan Kekuasaan

Feminisme dalam Ilmu Hubungan Internasional (IHI) memiliki dasar-dasar asumsi yang mendasari pandangan mereka terhadap hubungan internasional. Feminisme pada dasarnya merupakan gerakan yang berjuang untuk mengatasi ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan diskriminasi terhadap perempuan. Dalam konteks IHI, feminisme memandang bahwa gender tidak boleh diabaikan dalam politik, ekonomi, sosial, dan aspek kehidupan lainnya. Feminisme dalam IHI pertama kali diperkenalkan melalui analisis yang dikembangkan oleh Stephan Leonard pada tahun 1990, yang menganggap feminisme sebagai teori kritis dengan tujuan menciptakan perubahan sosial.

Asumsi dasar feminisme dalam IHI melibatkan beberapa konsep kunci:

  1. Feminisme dalam Konsep Aktor Internasional: Feminisme menekankan pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Namun, dalam praktiknya, terdapat kesenjangan hak yang mencolok antara kedua jenis kelamin ini. Negara, sebagai aktor internasional utama, sering kali mempertahankan budaya patriarki dengan memberikan dominasi yang lebih besar kepada laki-laki. Feminisme mencermati bahwa negara berkontribusi dalam menciptakan konstruksi sosial yang mengutamakan maskulinitas.
  2. Feminisme dalam Konsep Kepentingan Nasional: Menurut pandangan feminisme, konsep kepentingan nasional hanyalah representasi dari maskulinitas. Hal ini karena proses perumusan kepentingan nasional sering kali dilakukan oleh laki-laki yang fokus pada aspek-aspek seperti kekuasaan, prestise, dan reputasi. Namun, jika perempuan terlibat dalam perumusan kepentingan nasional, maka prioritasnya mungkin berbeda, seperti perlindungan, keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.
  3. Feminisme dalam Konsep Struktur Internasional: Dalam perspektif feminisme, struktur internasional tidak dianggap sebagai anarki seperti dalam teori realis atau sebagai struktur kooperatif seperti dalam teori liberal. Feminisme melihat struktur internasional sebagai sebuah struktur yang timpang, di mana maskulinisme mendominasi polarisasi antar negara dan aktor internasional lainnya. Ketidaksetaraan gender merupakan salah satu bentuk ketimpangan dalam struktur ini, dan feminisme bertujuan untuk mengimbanginya.

Feminisme dalam IHI menentang dominasi maskulin atas perempuan dalam hubungan internasional. Tujuannya bukan untuk menciptakan superioritas feminin, tetapi untuk mencapai keseimbangan antara kedua jenis kelamin dan menghapus subordinasi perempuan oleh laki-laki. Sebagian besar feminis menolak pendekatan positivisme dalam metodologi mereka, memilih pendekatan konstruktivis yang mengakui bahwa pengetahuan dibentuk oleh konteks budaya, sejarah, dan sosial.

  1. Feminisme dalam Konsep Gender: Feminisme menyoroti peran gender dalam hubungan internasional. Mereka menekankan bahwa gender bukan hanya masalah biologis, tetapi juga sosial dan budaya. Pandangan ini menantang stereotip gender tradisional yang telah memengaruhi banyak aspek kebijakan luar negeri dan diplomasi. Feminisme berpendapat bahwa peran perempuan dalam politik internasional seringkali diabaikan atau direduksi, dan hal ini perlu diperbaiki untuk mencapai kesetaraan sejati.
  2. Feminisme dalam Konsep Kekuasaan dan Dominasi: Feminisme dalam IHI mengeksplorasi konsep kekuasaan dan dominasi dari perspektif gender. Mereka mengidentifikasi bagaimana ketidaksetaraan gender memengaruhi distribusi kekuasaan di tingkat nasional dan internasional. Feminisme menunjukkan bahwa dominasi laki-laki atas perempuan tidak hanya terjadi di ranah domestik tetapi juga dalam hubungan antarnegara. Perempuan sering kali kurang diwakili dalam perundingan internasional dan proses pengambilan keputusan.
  3. Feminisme dalam Hubungan Internasional Praktis: Feminisme dalam IHI bukan hanya teori, tetapi juga aksi praktis. Mereka berperan dalam advokasi hak-hak perempuan di tingkat internasional, termasuk upaya untuk mengakhiri kekerasan seksual dalam konflik bersenjata, meningkatkan partisipasi perempuan dalam diplomasi, dan memperjuangkan kesetaraan gender dalam kebijakan luar negeri. Feminisme telah membantu membentuk agenda global terkait gender dan memaksa lembaga internasional, seperti PBB, untuk mempertimbangkan isu-isu tersebut.
  4. Feminisme dalam Transformasi Struktur Internasional: Salah satu kontribusi utama feminisme dalam IHI adalah upayanya untuk mengubah struktur internasional. Mereka mendukung pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia perempuan sebagai bagian integral dari sistem hukum internasional. Hal ini mencakup peningkatan kesadaran terhadap kekerasan gender dan diskriminasi yang dihadapi perempuan di berbagai negara.

Kesimpulannya adalah feminisme dalam IHI menawarkan pandangan yang kritis terhadap hubungan internasional, dengan fokus pada gender, kekuasaan, dan perubahan sosial. Mereka mencari kesetaraan gender sejati dan berusaha menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam berbagai konteks internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *